Fakta Minimnya Ketersediaan Lapangan Kerja yang Harus Terpecahkan

Fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa kita berhadapan dengan fenomena generasi muda sekarang sulit mencari pekerjaan di sektor formal. Ironisnya, fakta yang disorot tidak berhenti disitu saja. Banyak fresh graduate sarjana bukan cuma bekerja tidak sesuai dengan jurusan yang kuliah yang ia tekuni terlebih lagi lulusan S1 terpaksa bekerja sebagai buruh, pengemudi, PPSU / Pasukan Oranye, ART maupun Babysitter. Sering juga disebut jebakan keterampilan.
Ini semua mengisyaratkan bahwa memang ada kesenjangan yang besar antara kebutuhan dan permintaan lapangan pekerjaan. Semua ini menjadi representasi nyata saat ini jika ijazah bukan lagi tolok ukur utama seseorang mendapatkan pekerjaan yang layak. Dan tidak terelakkan juga, para pemberi kerja sering meminta ‘tiket-tiket’ seperti kompetensi dan pengalaman sebagai instrumen tambahan. Instrumen tambahan tersebut sebetulnya menjadi bukti penting untuk menilai ‘harga’ seorang lulusan S1.
Analisis Dampak yang Akan Terjadi.
Dari cara berpikir ilmu ekonomi, membiarkan angka pengangguran semakin meningkat di kalangan anak muda dapat menjadi hambatan ekonomi negara bisa bertumbuh positif karena mereka tidak dapat berperan aktif secara produktif. Hal ini juga memberikan potensi meningkatkan angka ketergantungan, artinya bila jumlah penduduk yang tidak bekerja lebih banyak dibandingkan dengan yang bekerja, sehingga membebani kelompok produktif dan menghambat pembangunan dan ekonomi nasional. Ketergantungan juga dapat memperburuk kemiskinan dan ketimpangan sosial.
Dari segi dampak sosial dapat meliputi meningkatnya angka kriminalitas dan masalah kesehatan mental. Problem meningkatnya angka pengangguran yang berkepanjangan dari waktu ke waktu dapat menyebabkan stres, depresi, dan rendahnya kepercayaan diri di kalangan anak muda. Selain itu, ketimpangan dalam akses terhadap pekerjaan juga dapat memicu kesenjangan sosial yang lebih besar antara kelompok yang memiliki keterampilan dan kesempatan dengan mereka yang tidak. Sehingga dengan sendirinya grafik kriminalitas negara ini bisa meninggi karena masalah kesenjangan sosial tersebut.
Dilihat dari sisi politik negara, tingginya angka ketidakpuasan generasi muda terhadap minimnya kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak dapat meningkatkan ketidakstabilan sosial dan politik. Kelompok anak muda yang merasa tidak memiliki masa depan yang jelas kemungkinan besar lebih mudah terpengaruh oleh ideologi ekstrem. Ideologi ekstrem berarti paham atau keyakinan yang dianggap berada di luar batas kewajaran dan bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat umum, ideologi ekstrem cenderung mudah melakukan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka. Mereka juga akan melakukan gerakan protes yang terus bergelombang menentang kebijakan pemerintah. Selain itu, rendahnya tingkat partisipasi dalam ekonomi dapat mengurangi kepercayaan mereka terhadap sistem politik dan pemerintahan, yang pada akhirnya dapat mengganggu stabilitas negara.
Semoga tidak menjadi bencana di masa depan.
Tidak sedikit netizen yang merespon negatif fenomena ini terjadi karena kurangnya perhatian dari pemerintah. Ditambah lagi bonus demografi yang terjadi selama tahun 2020-2030 akan memperburuk keadaan bila fenomena hanya diberikan garis bawah tetapi pemerintah tidak segera menciptakan kebijakan yang cepat mendorong terciptanya lapangan kerja, meningkatkan investasi supaya menyerap tenaga kerja secara masif, serta dukungan pendidikan vokasi yang sesuai kebutuhan industri.
Seiring keadaan kebutuhan lapangan kerja yang semakin menjepit, peluang juga terbit dan menginspirasi banyak kalangan dari sektor gig atau pekerja lepas melalui platform digital. Maka, bukan hal aneh apabila beberapa waktu belakangan muncul istilah pekerja gig atau gig worker. Sering dikenal masyarakat, sektor gig berkaitan erat dengan konsep ekonomi kreatif. Beberapa faktor utama proses produksi ekonomi kreatif mengandalkan ide, kreativitas dan pengetahuan yang dimiliki.