Pahami, Apa itu Inflasi? Dan Cara Menghadapinya

Kita mungkin pernah memikirkan tentang uang dengan nominal Rp. 100.000 memiliki nilai tukar terhadap barang atau jasa semakin menurun (dengan kata lain harga barang dan jasa terus mengalami kenaikan). Apakah hal ini terjadi disebabkan oleh para penjual yang sepakat menentukan harga?
Premis di akhir paragraf tersebut tidak sepenuhnya benar. Karena dalam ilmu ekonomi fenomena ini lazim dikenal dengan inflasi. Bandingkan saja apa yang bisa kita dapatkan ketika membeli dengan nominal Rp. 100.000 tahun ini, tahun 2015 dan tahun 2005. Karena tahun 2005 penulis masih di bangku sekolah sangat jarang sekali ditemukan teman yang membawa uang saku sebesar 100.000 sehari. Dapat disimpulkan uang Rp. 100.000 sangat berharga pada masa itu.
Inflasi adalah kenaikan harga barang / jasa secara umum dan terus-menerus naik. Banyak faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan kenaikan harga tersebut (inflasi).
Kali ini kita kategorikan 2 faktor pengaruh utama bila dilihat dari sisi penawaran.
Faktor Internal
Bertambahnya permintaan akibat ekonomi dalam negeri.
Faktor ini bagaikan dua sisi mata pisau, pada satu sisi menjadi indikator tumbuhnya ekonomi dalam negeri. Namun, disisi lain inilah faktor pemicu inflasi terjadi. Peningkatan permintaan bisa disebabkan oleh: daya beli masyarakat kita semakin besar, tingkat suku bunga rendah sehingga mendorong investasi, belanja pemerintah yang masif untuk pembangunan, dsb.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga.
Seperti kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mendorong kenaikan biaya produksi dan biaya distribusi bila kita lihat dari sisi industri. Terlebih di sektor retail para pengusaha UMKM, toko kelontong, dll. Kenaikan harga BBM juga memaksa sektor retail menaikkan harga karena biaya angkut yang bertambah.
Faktor Eksternal
Menguatnya nilai tukar mata uang negara maju khususnya Dollar Amerika Serikat (USD) terhadap Rupiah. Faktor ini juga menyumbang kenaikan angka inflasi dalam negeri. Saat nilai tukar Rupiah melemah biaya impor menjadi mahal dan berakibat biaya produksi menjadi tinggi. Sehingga memaksa industri dalam negeri yang bergantung pada impor menaikkan harga hasil produksinya.
Selain 2 faktor utama tersebut, ada juga faktor kejutan seperti:
Faktor alam yang tidak menentu. Yakni, bencana, perubahan cuaca yang tak terduga sehingga menghambat proses distribusi. Kenaikan harga disebabkan oleh faktor alam biasanya terjadi pada bahan pangan.
Inflasi juga bisa disebabkan tekanan atau meningkatnya permintaan.
Angka permintaan semakin besar sementara ketersediaan barang dan jasa semakin menipis. Biasanya momen ini sering terjadi ketika libur perayaan hari besar keagamaan (Lebaran atau Natal) dan menghadapi tahun baru. Sering kali masyarakat ramai membanjiri pusat-pusat perbelanjaan untuk membeli baju baru, sepatu baru, memborong bahan pangan atau kebutuhan lainnya.
Pada keadaan inflasi otomatis berdampak juga pada jumlah peredaran uang yang beredar di masyarakat. Saat terjadi inflasi maka uang yang beredar di masyarakat meningkat pesat sementara ketersediaan barang dan jasa tidak sebanding. Disinilah dibutuhkan peran pemerintah menerapkan kebijakan moneter (dilakukan bank sentral atau BI) dan kebijakan fiskal (dilakukan oleh pemerintah eksekutif atau Kemenkeu dan lembaga terkait).
Dalam kebijakan moneter, Bank Indonesia akan membatasi jumlah uang yang beredar dan meningkatkan suku bunga sehingga dapat menarik minat masyarakat untuk kembali menyimpan uang di bank dalam jangka waktu lama.
Dari sisi kebijakan moneter, pemerintah akan melakukan kebijakan seperti meningkatkan tarif pajak, mengurangi pengeluaran atau belanja pemerintah, dan melakukan pinjaman dengan menerbitkan surat utang.
Yuk, bijak keuangan!
Sebagai warga negara kita harus menyikapi inflasi dengan bijak. Sikap bijak bisa kita lakukan dengan tidak boros dalam membelanjakan atau menggunakan uang yang kita miliki. Hal bijak lain yang bisa kita lakukan adalah melakukan investasi jangka panjang. Tapi ingat! Jangan cepat tergiur dengan investasi yang memberikan hasil yang tinggi.